Kepedihan Cinta Seorang Lelaki adalah Cinta Itu Sendiri

source : www.google.com

Pagi sahabat yang baik hati.
Pernah anda mendengar ungkapan bahwa cinta itu tidak harus memiliki. Atau lebih tepatnya merasa senang atau bahagia ketika orang yang kita cintai (mencintai kita juga atau tidak) bisa hidup bahagia dengan orang lain (yang ia cintai atau tidak). Terasa naif bukan? Ya, meskipun terdengar seperti sesuatu yang aneh, toh ungkapan tersebut banyak mewarnai perjalanan hidup banyak manusia. Banyak kisah (cerita, drama, film) yang dibuat begitu. Entah tujuannya apa, tapi kisah dengan tema seperti itu banyak menghadirkan pembaca atau penonton. 
Kita bisa ambil contoh tentang percintaan yang berdarah-darah seperti dalam film korea di tahun 2003 yaitu "The Classic". Anda, para perempuan cantik, pasti akan banjir mata dan tawa di setiap kepingan-kepingan cerita yang maju mundur. Di masa lalu adalah masa penuh kepedihan. Sementara di masa sekarang berakhir manis bak cerita putri raja dipinang pangeran tampan berkuda. Tapi sekali lagi, bahwa cerita masa lalu, yang berisi kepedihan cinta, mengisi lebih banyak kenangan dalam memori kita. Rasa sakit meninggalkan, ditinggalkan, kesendirian, penantian akan nasib orang yang dicintai ketika pergi berperang, mengambil porsi besar dalam memori kita. Saya kira momen terbaik bukan tentang pengungkapan cinta di akhir film ini. Akan tetapi momen di mana sang pemuda bernama Joon Ha pulang dari berperang dan mengalami cacat kebutaan kemudian bertemu dengan sang pujaan hati yang bernama Joo Hee. Bagaimana Joon Ha berlatih dengan teramat keras untuk belajar berjalan di kedai tempat mereka janjian bertemu untuk menutupi kebutaannya membuat saya merinding. Yah, meskipun ia gagal menutupi kebutaannya. Apalagi dengan dialog di akhir perjumpaannya dengan sang pujaan Joo Hee dimana ia berbohong dan mengaku telah menikah, hanya agar  Joo Hee bisa segera melupakannya yang telah buta dan melanjutkan hidup dengan lelaki lain yang mencintainya. Sungguh bagi saya Joon Ha telah merasakan hakikat cinta dalam kepedihan hatinya.
Atau lebih jauh lagi kita bisa menonton ulang film Titanic di tahun 1997. Film tentang tenggelamnya kapal Titanic menjadi legenda bukan semata-mata karena film ini menceritakan kejadian sesungguhnya tentang tenggelamnya kapal Titanic di tahun 1912. Film ini menarik karena kejeniusan sang sutradara James Cameron membuat imaajinasi tentang kisah cinta yang berakhit tragis karena tenggelamnya kapal Titanic. Kepingan-kepingan adegan senang dan sedih bergantian hadir sebagai representasi umum kehidupan manusia. Lantas momen mana yang menurut anda begitu menyentuh sisi terdalam hati kita? Saya kira bukan momen ketika Jack melukis Rose. Atau kejadian di dalam mobil di geladak kapal. Akan tetapi ketika bagaimana Jack berjuang sekuat tenaga menyelamatkan Rose dari dinginnya air laut di malam hari. Klimaksnya adalah ketika Jack terpaksa berenang di dinginnya air laut dan menggenggam erat tangan Rose yang duduk dalam sekoci sembari tetap meyakinkan Rose akan harapan di masa depan. Meskipun pada akhirnya Jack kalah oleh dinginnya air laut, cintanya menyatu dalam jiwa Rose menemani usia panjang Rose.
Lantas kira-kira bagaimana seharusnya kita memaknai kepedihan-kepedihan yang lewat dalam kehidupan kita? Haruskah seperti Joon Ha ataupun Jack? Mendapatkan hakikat cinta dengan mengorbankan jiwa dan raga? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Kita sendiri yang bisa menilai seseorang atau sesuatu itu layak diperjuangkan atau tidak. Hanya satu hal yang bisa dipastikan. Seorang lelaki sejati sudah selayaknya bersikap seperti Joon Ha ataupun Jack. Memperjuangkan cinta yang diyakininya terlepas apapun yang didapatkannya. Kepedihan ataupun kebahagiaan. Karena terkadang dalam kepedihan dalam memperjuangkan cinta terdapat pelajaran tentang hakikat mencintai yang sejati.

Salam penuh damai.

Komentar

Postingan Populer